Setelah lepas dari era tanam paksa di akhir tahun 1800, Hindia Belanda
(Indonesia) memasuki babak baru yang berpengaruh ke kehidupan
masyarakatnya. Yaitu dengan gerakan Politik Etis yang dilakukan oleh
pemerintah Belanda. Tetapi kemiskinan masih banyak terjadi. Rakyat masih
banyak yang belum mengenyam pendidikan dan kesenjangan sosial antar
etnis dan kasta masih terlihat jelas.
Oemar Said Tjokroaminoto
(Tjokro) yang lahir dari kaum bangsawan Jawa dengan latar belakang
keislaman yang kuat, tidak diam saja melihat kondisi tersebut. Walaupun
lingkungannya adalah keluarga ningrat yang mempunyai hidup yang nyaman
dibandingkan dengan rakyat kebanyakan saat itu. Ia berani meninggalkan
status kebangsawanannya dan bekerja sebagai kuli pelabuhan. Dan
merasakan penderitaan sebagai rakyat jelata.
Tjokro berjuang
dengan membangun organisasi Sarekat Islam, organisasi resmi bumiputera
pertama yang terbesar, sehingga bisa mencapai 2 juta anggota. Ia
berjuang untuk menyamakan hak dan martabat masyarakat bumiputera di awal
1900 yang terjajah. Perjuangan ini berbenih menjadi awal-awal lahirnya
tokoh dan gerakan kebangsaan.
Tjokro yang intelektual, pandai
bersiasat, mempunyai banyak keahlian, termasuk jago silat, ahli mesin
dan hukum, penulis surat kabar yang kritis, orator ulung yang mampu
menyihir ribuan orang dari mimbar pidato, membuat pemerintah Hindia
Belanda khawatir, dan membuat mereka bertindak untuk menghambat laju
gerak Sarekat Islam yang pesat. Perjuangan Tjokro lewat organisasi
Sarekat Islam untuk memberikan penyadaran masyarakat, dan mengangkat
harkat dan martabat secara bersamaan, juga terancam oleh perpecahan dari
dalam organisasi itu sendiri.
Rumah Tjokro di Gang Peneleh,
Surabaya, terkenal sebagai tempat bertemunya tokoh-tokoh bangsa
Indonesia kelak. Di rumah sederhana yang berfungsi sebagai rumah kos
yang di bina oleh istrinya, Suharsikin, Tjokro juga mempunyai banyak
murid-murid muda yang pada akhirnya menetas, dan mempunyai jalan
perjuangannya masing-masing, meneruskan cita-cita Tjokro yang mulia
untuk mempunyai bangsa yang bermartabat, terdidik, dan sejahtera. Salah
satu muridnya di Peneleh adalah Bapak Proklamator Indonesia, Soekarno. sourse
Tidak ada komentar:
Posting Komentar